SELEBRITI"Bukan Empat Mata" Tamat 23 Jan 2016 05:50. Tukul Arwana. (Foto: tvguide.co.id) Program "Bukan Empat Mata" telah hadir menghibur pemirsa selama 11 tahun di Trans 7. Pada awalnya, program talk show tersebut bernama "Empat Mata" yang hadir menghibur pemirsa sejak 25 September 2005. Sejak dua pekan terakhir, Bukan Empat Mata tidak lagi disiarkan salah satu televisi milik media grup TransCorps yang ada di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, itu.. Komedian dan presenter Vega Darwanti (29) belum dapat dihubungi terkait berakhirnya penayangan program talkshow populer Bukan Empat Mata yang awalnya bernama Empat Mata di Trans7. Komediandan presenter Vega Darwanti (29) belum dapat dihubungi terkait berakhirnya penayangan program talkshow populer Bukan Empat Mata yang awalnya. Komedian dan presenter Vega Darwanti (29) belum dapat dihubungi terkait berakhirnya penayangan program talkshow populer Bukan Empat Mata yang awalnya. Minggu, 28 November 2021; Adayang menyebut, "Bukan Empat Mata" berakhir karena episodenya memang sudah tamat. Itu dibenarkan pihak Trans 7, stasiun televisi yang menayangkannya. Trans 7 akan mengganti "Bukan Empat Mata" menggunakan program talk show lain. "Insya Allah sedang disiapkan program baru sebagai pengganti. Masih program talk show," kata Kepala Divisi AriKurniawan Kamis, 21 Januari 2016 10:19:26. TABLOIDBINTANG.COM - Bukan Empat Mata (dulu bernama Empat Mata) dipandu Tukul Arwana sejak 2005. Setelah 11 tahun menemani pemirsa Trans7 (dulu TV7), program talkshow tersebut akhirnya bakal digantikan dengan program lain. Banyak hal yang bisa dikenang dari Bukan Empat Mata, mulai dari sang pembawa arti robbi laa tadzarni fardan wa anta khoirul waaritsin. JAKARTA - Program talkshow Bukan Empat Mata awalnya bernama Empat Mata yang dipandu Tukul Arwana sejak sekitar 2 minggu terakhir ini tidak lagi tayang di punya usut, program yang dipandu oleh Tukur Arwana tersebut ternyata sudah dibungkus alias tamat setelah 11 tahun menemani pemirsa setianya. Kabar tersebut dibenarkan oleh Humas Trans 7. "Ya tamat," kata Kepala Divisi Humas Trans7, Anita, Rabu 20/1/2016.Pada saat pertama kali tayang pada 25 September 2005 silam talk show penuh tawa ini diberi nama Empat Mata. Namun setelah Komisi Penyiaran Indonesia KPI menjatuhkan sanksi ke Empat Mata, karena menyuguhkan adegan makan katak hidup-hidup pada 2008 silam, tim kreatif Trans7 lalu mengubah namanya menjadi Bukan Empat Mata. Kendati dalam perjalanannya Bukan Empat Mata selalu mendapat teguran dari KPI, program yang kental dengan lawakan Tukur Arwana itu juga selalu menjadi langganan dapat penghargaan dari Panasonic Awards. Baik sebagai nominasi maupun pemenang. Sepanjang perjalanannya, Bukan Empat Mata selalu ganti-ganti co-host. Di antaranya adalah Chintya Sari, Olla Ramlan hingga Vega Darwanti. Program Empat Mata yang sangat sukses juga mengantarkan Tukul Arwana menjadi pembawa acara/pelawak laris dengan honor dikatakan lewat Empat Mata Tukul Arwana meraih kebintangannya. Tak hanya Tukul, Vega Darwanti juga populer berkat acara ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News - Sejak dua pekan terakhir, Bukan Empat Mata tidak lagi disiarkan salah satu televisi milik media grup TransCorps yang ada di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, itu. Komedian dan presenter Vega Darwanti 29 belum dapat dihubungi terkait berakhirnya penayangan program talkshow populer Bukan Empat Mata yang awalnya bernama Empat Mata di Trans7. Sampai Kamis 21/1 malam, ponsel yang biasa dibawa Vega tidak aktif. Pesan pendek yang dikirimkan ke pendamping komedian Tukul Arwana 52 di Bukan Empat Mata itu pun tak mendapatkan balasan. Namun kabar berhentinya program komedi yang dipandu Tukul itu dibenarkan Kepala Divisi Humas Trans7 Anita Wulandari. Ketika dihubungi, Anita menyatakan, Bukan Empat Mata sudah 'tamat'. "Iya, sudah tamat," kata Anita. Program Bukan Empat Mata berakhir setelah ditayangkan Trans 7 selama 11 tahun. Saat pertama tayang pada 25 September 2005, talk show yang selalu penuh canda-tawa ini bernama Empat Mata. Nama program berubah setelah Komisi Penyiaran Indonesia KPI menjatuhkan sanksi ke Empat Mata karena menyuguhkan adegan makan katak hidup-hidup pada 2008. Di masa jayanya, Bukan Empat Mata menjadi andalan Trans7. Setelah acara yang memopulerkan Tukul sebagai host utamanya ini tak lagi ditayangkan televisi, Trans7 segera mencari program penggantinya. "Insya Allah sedang disiapkan program baru sebagai pengganti. Masih program talk show," kata Anita. Tak dijelaskan lebih lanjut kapan program pengganti Bukan Empat Mata itu. Kabar berakhirnya Bukan Empat Mata sebenarnya mulai merebak setelah ada rumor tentang penolakan terhadap permintaan Tukul yang menginginkan honornya naik. WARTA KOTA, PALMERAH - Siaran talk show favorit di Indonesia “Bukan Empat Mata” tamat sejak dua pekan lalu. Tayang perdana pada 25 September 2005 dan berakhir pada Januari 2016 atau telah menghiasi layar kaca selama 10 tahun lebih dengan jumlah episode sebanyk Tamatnya talk show yang dipandu Tukul Arwana dan Vega Darwanti sepertinya meninggalkan kesedihan. Pada media sosial, sejumlah komentar atas berita tamatnya “Bukan Empat Mata” bermunculan dari akun yang mengaku penggemar. Mereka berharap talk show favoritnya itu kembali tayang. Selama tayang, “Bukan Empat Mata” sebenarnya beberapa kali terancam ditamatkan penayangannya oleh pemerintah karena isi siarannya melanggar. Terakhir adalah teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia KPI karena menayangkan ritual pemanggilan arwah pada tahun 2015. Bukan hanya kali itu ditegur. “Bukan Empat Mata” seperti sudah jadi langganan KPI. Teguran pertama diberikan karena acara ini saat itu bernama “Empat Mata” menampilkan adegan Sumanto, manusia kanibal pada tahun 2007. Pada tahun 2008 dilarang tayang oleh KPI karena menyuguhkan adegan makan katak hidup-hidup. Pihak Trans7 mengakali vonis tersebut melalui cara mengubah nama program tersebut menjadi Bukan Empat Mata dan tetap menayangkannya. KPI tidak bereaksi terhadap tindakan Trans7 tersebut akan tetapi, acara ini dihimbau agar tidak membicarakan hal-hal yang vulgar, mesum, dan berbau seks. Pada Tahun 2009, KPI memberikan teguran pertama karena tamu Tukul pada saat itu adalah Kangen Band, tidak sengaja menyebut nama alat kelamin karena latah saat menjatuhkan sesuatu. Na Semana das Mulheres da Comunidade Virtual Escrevendo o Futuro, não podemos deixar de comentar a triste origem do Dia Internacional da Mulher, um terrível acontecimento em 8 de março de 1857, nos Estados Unidos, operárias de uma fábrica de tecidos entraram em greve, reivindicando a diminuição do horário de trabalho de 16 para 10 horas diárias. Note-se que, além disso, elas recebiam um terço do salário dos homens. As grevistas foram fechadas na fábrica e, de repente, começou um incêndio que matou 130 mulheres. Temos que reconhecer que, de lá pra cá, a situação mudou bastante e que as mulheres, a cada dia que passa, são mais reconhecidas em sua capacidade e em seus direitos. Essa melhora não foi “de graça”. Muitas mulheres lutaram sobretudo na primeira metade do século XX, para obter direitos de serem cidadãs tão valiosas quanto seus companheiros, os homens. O interessante é notar que as mulheres não brigaram sozinhas. A crônica de Lima Barreto, publicada em 1915, demonstra a solidariedade masculina no combate a preconceitos e estereótipos que muitas vezes, ainda atingem as mulheres. Que tal levar “Não as matem” para a sala de aula e trabalhar com este assunto ainda tão atual? Pense como planejaria uma aula tendo esta crônica como centro e conte para a Comunidade. Todos queremos saber! Não as matem Lima Barreto Esse rapaz que, em Deodoro, quis matar a ex-noiva e suicidou-se em seguida, é um sintoma da revivescência de um sentimento que parecia ter morrido no coração dos homens o domínio, quand même, sobre a mulher. O caso não é único. Não há muito tempo, em dias de carnaval, um rapaz atirou sobre a ex-noiva, lá pelas bandas do Estácio, matando-se em seguida. A moça com a bala na espinha veio a morrer, dias após, entre sofrimentos atrozes. Um outro, também, pelo carnaval, ali pelas bandas do ex-futuro Hotel Monumental, que substituiu com montões de pedras o vetusto Convento da Ajuda, alvejou a sua ex-noiva e matou-a. Todos esses senhores parece que não sabem o que é a vontade dos outros. Eles se julgam com o direito de impor o seu amor ou o seu desejo a quem não os quer Não sei se se julgam muito diferentes dos ladrões à mão armada; mas o certo é que estes não nos arrebatam senão o dinheiro, enquanto esses tais noivos assassinos querem tudo que é de mais sagrado em outro ente, de pistola na mão. O ladrão ainda nos deixa com vida, se lhe passamos o dinheiro; os tais passionais, porém, nem estabelecem a alternativa a bolsa ou a vida. Eles, não; matam logo. Nós já tínhamos os maridos que matavam as esposas adúlteras; agora temos os noivos que matam as ex-noivas De resto, semelhantes cidadãos são idiotas. É de supor que, quem quer casar, deseje que a sua futura mulher venha para o tálamo conjugal com a máxima liberdade, com a melhor boa vontade, sem coação de espécie alguma, com ardor até, com ânsia e grandes desejos; como e então que se castigam as moças que confessam não sentir mais pelos namorados amor ou coisa equivalente? Todas as considerações que se possam fazer, tendentes a convencer os homens de que eles não têm sobre as mulheres domínio outro que não aquele que venha da afeição, não devem ser desprezadas. Esse obsoleto domínio à valentona, do homem sobre a mulher, é coisa tão horrorosa, que enche de indignação. O esquecimento de que elas são, como todos nós, sujeitas, a influências várias que fazem flutuar as suas inclinações, as suas amizades, os seus gostos, os seus amores, é coisa tão estúpida, que, só entre selvagens deve ter existido Todos os experimentadores e observadores dos fatos morais têm mostrado a inanidade de generalizar a eternidade do amor Pode existir, existe, mas, excepcionalmente; e exigi-la nas leis ou a cano de revólver, é um absurdo tão grande como querer impedir que o sol varie a hora do seu nascimento. Deixem as mulheres amar à vontade. Não as matem, pelo amor de Deus! Vida urbana, 27-l-1915 Encontrado em Domínio Público Lima Barreto Jornalista e importante escritor do início do século XX no Brasil, Afonso Henriques Lima Barreto foi um severo crítico dos preconceitos que marcavam a sociedade brasileira da época. Lima Barreto, nascido em 13 de maior de 1881, era filho de um mulato que nasceu escravo e tornou-se livre, e de uma professora, filha de escravos, que faleceu quando ele ainda era criança. Sua origem parece ter sido a causa de sua rebeldia contra os valores de uma sociedade dirigida por antigos senhores de escravos. Ele teve oportunidade de estudar, em parte por ser filho de uma professora, em parte por ter sido afilhado de uma figura importante, o Visconde de Ouro Preto. Frequentou o colégio Pedro II, reduto da elite econômica do país e ingressou na Escola Politécnica do Rio de Janeiro. Abandonou o curso para sustentar os irmãos quando seu pai enlouqueceu. Mais tarde, conseguiu entrar para o Ministério da Guerra, trabalhando como escriturário. Também passou a colaborar com jornais e a escrever romances, dos quais o mais importante é “O triste fim de Policarpo Quaresma”. Leitor voraz, foi um dos poucos, em sua época, a ler escritores russos. Era criticado pelos escritores de seu tempo por não escrever de acordo com o estilo empolado que vigorava e usar uma linguagem mais coloquial. Sua obra traz uma crítica contundente aos valores de sua época. Morreu ainda jovem, aos 41 anos, depois de sofrer com crises de depressão e com o alcoolismo. Publicado em 05/03/2009 - Tayangan talk show favorit di Indonesia “Bukan Empat Mata” berakhir sejak dua pekan lalu. Tayang perdana pada 25 September 2005 dan berakhir pada Januari 2016 atau telah menghiasi layar kaca selama 10 tahun lebih. Berakhir talk show yang dipandu Tukul Arwana dan Vega Darwanti memunculkan sejumlah rumor. Ada yang menyebut, “Bukan Empat Mata” berakhir karena episodenya memang sudah tamat. Itu dibenarkan pihak Trans 7, stasiun televisi yang menayangkannya. Trans 7 akan mengganti “Bukan Empat Mata” menggunakan program talk show lain. "Insya Allah sedang disiapkan program baru sebagai pengganti. Masih program talk show," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Trans 7, Anita Wulandari sebagaimana dikutip dari Warta Kota Network, Sabtu 23/1/2016. Rumor lain berkembang adalah pihak Trans 7 tak mampu membayar uang honorarium Tukul. Tukul meminta bayarannya naik seiring dengan semakin naiknya rating talk show tersebut. Dikabarkan Tukul meminta uang honorarium Rp 90 juta per episode atau sekali tayang dari sebelumnya Rp 60 jutaan. Pada tahun 2013, kabar lain menyebutkan uang honorarium Tukul sebenarnya sudah naik menjadi Rp 60 juta dari sebelunya Rp 50 juta per episode. Namun, pada tahun 2014, dikabarkan, sebenarnya hanya Rp 35 juta per episode. Nilai itu membuat Tukul menjadi satu di antara presenter termahal di Indonesia bersama dengan Raffi Ahmad, Olga Syahputra, dan Uya Kuya. Pelanggaran

bukan empat mata tamat